Umumnya durian lai berbuah kecil, berdaging tipis, dan berbiji besar. Rasanya pun tidak begitu enak. Tak heran buah asal Kalimantan itu belum mendapat tempat di kalangan pecinta durian. Di Solok ada durian lai berpenampilan istimewa. Ia berdaging tebal karena biji banyak yang kempes. Rasanya pun manis dan legit sehingga mirip dodol.
Durian itu dikoleksi Balai Penelitian Buah (Balitbu) Solok, Sumatera Barat. Sosok tanaman sama pendek dengan lai umumnya. Pada umur 14 tahun, pohon hanya setinggi 3,75 m. Percabangan rendah sehingga gampang dipanen. Lebar dan tinggi tajuk 2,75 m dan 3,55 m, berbentuk piramida terbalik. Bunganya cantik, pink cerah.
Bentuk buah Duno kutejensis itu oval. Lingkar buah sekitar 40 cm dengan panjang 16 cm. Bobotnya, hanya 0,8—1,1 kg. Ketika dibuka, tampak daging berwarna kuning emas. Daging tebal, 0,6—0,8 cm. Rasanya manis, legit, bertekstur halus, serta harum. Kulit mudah dibelah dan tahan simpan 2 minggu sehingga bisa dikirim ke tempat jauh.
Baru dikebunkan
Si mungil itu induknya ada di kebun percobaan Cipaku, Bogor. Anehnya, sang induk tidak pernah memperlihatkan keistimewaan buahnya. Balitbu “nekat” mengambil bibitnya dan menanam di Solok pada 1987, lantaran ingin melengkapi koleksi. Sayang karena perawatan kurang memadai dan kemampuan beradaptasi kurang sehingga 9 dari 10 tanaman mati. Yang bertahan, -meski harus “susah payah”- bisa menghasilkan buah istimewa setelah 10 tahun. Produktivitas masih rendah, baru 14 buah. Ia mendapat sebutan lai 01 karena menempati plot pertama barisan durian.
Pada 1997 di suatu pameran di Bogor, seorang warga Riau tertarik dan mengembangkan di Desa Labubaru. Saat ini kebun durian seluas 5 ha itu belum berbuah.
(Drs. Edison HS, ajun peneliti muda & Trisulo Wahyudi, peneliti madya Balai Penelitian Buah-buahan, Solok)